Safety leadership saat ini
merupakan topic yang sangat “hot” baik bagi para praktisi maupun akademisi K3.
Safety leadership telah menjelma menjadi kebutuhan yang sangat mendesak untuk
segera diterapkan oleh semua pihak yang concern pada dunia K3.
Safety leadership sendiri
sebenarnya adalah sebuah istilah yang kaya akan makna dan kaya akan konsep.
Tidak ada satupun hingga saat ini yang berhasil membuat sebuah definisi tunggal
dan diterima banyak pihak. Ini menunjukkan bahwa pemahaman atas dua kata
tersebut sangatlah luas, terutama pemahaman atas bentuk bagaimana kedua kata
tersebut dijalankan.
Meski definisi yang dapat
diterima secara luas belum didapatka, namun sejumlah akademisi dan praktisi sepakat
atas karakteristik
safety leadership yang diajukan oeh Thomas R. Kause. Bahkan
OGP sendiri dalam reportnya No 452 yang dirilis tahun 2013 memakai kerangka
Krause ini sebagai alat analisis di laporannya.
T.R Krause mengkategorikan
karakteristiks afety leadership dalam 7 kriteria, yaitu
·
Kredibilitas
·
Berorientasi
pada aksi
·
Vision
(penglihatan)
·
Akuntabilitas
·
Komunikasi
·
Kolaborasi
dan
·
Umpan
balik & Penghargaan
Oleh Thomas R. Krause, ke 7 poin
inilah yang dianggap sebagai pilar pembentuk Budaya K3 (Safety Culture)
1. Kredibilitas
Adalah kualitas
seseorang dalam menjaga kepercayaan dan memberikan kepercayan kepada anggota
timnya. Beberapa perilaku yang mencerminkan kredibilitas adalah mengakui
kesalahan, menghormati dan menjaga martabat orang lain, mendukung apa yang
sudah diputuskan oleh tim, memberi informasi yang benar walau diberikan s
anksi, memberi kesempatan yang lain untuk menyampaikan ide dan menunjukkan
perhatian yang serius pada kondisi psikologis pekerja dll
2. Berorientasi Pada Aksi
Banyak praktisi K3 di
Indonesia mengidentikkan Safety Leadership seperti pepatah dari KI Hajar
Dewantara. Asumsi ini tidak dapat disalahkan tapi juga tidak dapat dibenarkan.
Namun demikian kerangka Krause dapat dipakai untuk memotret safety leadership
suatu perusahaan. Salah satunya adalah dengan menggunakan kerangka Berorientasi
pada aksi.
Contoh nyata pada
kerangka ini adalah menyetop / menghentikan semua kegiatan operasional apabila
tidak ada informasi risiko dan cara menanggulangi risiko itu secara memada,
selalu mendistribusikan (sharing) pengetahuan atau informasi K3, menghindarkan
Jump to Conclusion dll
3. Vision (Penglihatan)
Kerangka ini
dimaksudkan agar semua praktisi K3 yang mengembangkan leadership harus tidak
boleh terlalu lamban untuk mengamati pergerakan atau trend dari safety
performance (Trend Lagging dan Leading Indicator). Dari trend inilah akan
terlihat gap yang ada dan selanjutnya ini berpengaruh kepadda value dan belief
yang sudah dijalankan melalui prosedur operasi. Mengamati dan mengevaluasi
“Defisiensi” merupakan bagian kritikal dari kerangka ini.
4. Akuntabilitas
Secara matematis,
Akuntabilitas = Reasonability + Evaluation. Tidak ada pengukuran maka tidak ada
akuntabilitas. Safety Leadership selalu menuntut fakta dan data yang terukur,
akurat serta valid dengan menggunakan kaidah atau metodologi yang diakui /
realible. Seorang leader selalu menjelaskan metodologi atau kaidah reliable
yang dipakai untuk mendapatkan data kepada anggota timnya karena nantinya apa
yang dilakukan oleh tim tersebut menjadi tanggung jawabnya (Responsibility) dan
dapat dilakukan kajian (Evaluation) karena datanya memiliki validitas dan
realibilitas yang tinggi.
5. Komunikasi
Merupakan kerangka
ujung tombak dalam menerapkan safety leadership. Penggunaan bahasa yang jelas
dan mudah dimengerti merupakan kunci utamad ari elemen ini. Factor-faktor lain
yang berpengaruh adalah kemampuan menjelaskan secara detail mengenai tujuan K3
yang hendak dicapai, memberikan umpan balik yang positif dan bermartabat,
menunjukkan apresiasi yang tinggi kepada semua anggota tim ketika mereka
menyampaikan pendapat atau koreksinya kepada hal yang disampaikan oleh leader
dan yang paling penting adalah selalu mengedepankan prinsip-prinsip efektifitas
dalam berkomunikasi.
6. Kolaborasi
Tidak ada
keberhasilan yang muncul dari One Man Show. Semua keberhasilan adalah muncul
dari kerjasama tim yang padu, saling percaya dan saling menghargai. Kerangka
kolaborasi dalam penerapan di Safety Leadership selalu memberikan ruang kepada
seluruh anggota tim untuk menerima arahan dan dukungan yang sama.
Leader memberikan
kesempatan yang sama kepada semua anggotanya untuk bertanya dan memberikan
pandangan atas suatu masalah K3. Sikap encouragement dan listening harus
dikedepankan dan ditunjukkan secara nyata agar semua pihak merasa diberikan
“peran” yang sama dalam mengelola dan menyelesaikan masalah-masalah yang muncul
dari K3.
7. Umpan balik dan Penghargaan
Bagaimanapun juga
perilaku manusia merupakan kritikal factor yang sangat mempengaruhi kinerja K3.
Kerangka umpan balik ini ditekankan untuk merubah perilaku semua pihak yang
mempengaruhi kinerja K3. Umpan balik perilaku di satu sisi merupakan hal yang
sangat sensitive bila dimanage dengan baik. Oleh karena itu sangat disarankan
dalam kerangka ini bahwa semua umpan balik dalam data yang terukur, realible
dan valid. Proses pemberian umpan balik pun sangat dianjurkan untuk menggunakan
pola konstruktif umpan balik, artinya yang dicari adalah latar belakang dari
kenapa bisa ada deviasi perilaku dan bukan mencerca motivasi atau niatan
melakukan deviasi perilaku.
Penulis: Gilang Adhi Prabowo (13610014)
Sumber: Roslinormansyah, ST, MS (Kopdar 6 HSE Indonesia Regional Jakarta)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar