MENYAMBUT
LAHIRNYA "SDG"
(SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS)
Selama
15 tahun terakhir, pemerintah dan masyarakat di seluruh dunia melaksanakan
konsep pembangunan yang diputuskan PBB tahun 2000, yakni gerakan Pembangunan
Abad Milenium. Prioritasnya pada delapan target pembangunan atau Millenium
Development Goal (MDG).
Pada
Jumat 25 September 2015, program Pembangunan Abad Milenium (MDG) itu secara
resmi dianggap berakhir. Melalui sidang PBB di New York, Amerika Serikat, yang
dihadiri tidak kurang 193 negara anggota diputuskan kelanjutan MDG itu melalui
kesepakatan program dunia dengan sasaran dan target-target baru yang lebih
luas, dinamakan sebagai Sustainable Development Goal (SDG) untuk masa 15 tahun
mendatang.
Program
MDG memberi pengaruh kepada banyak negara dalam mengembangkan program
pembangunan melalui paket multisektor yang luar biasa. Paket pembangunan ini
memberikan fokus pada upaya pemberantasan kemiskinan dan kelaparan serta
perhatian terhadap masalah kesehatan, pendidikan, ketidaksetaraan gender dan kelestarian
lingkungan.
Paket
MDG secara mudah dimengerti sehingga – melalui pemetaan keadaan yang dihadapi –
para pengambil keputusan dapat dengan mudah memilih prioritas dan mengarahkan
pembangunan di wilayahnya dengan tepat. Meski demikian, karena berbagai alasan,
keberhasilan MDG bersifat sangat variatif. Banyak negara dapat mencapai target
MDG, tetapi banyak pula yang masih mengalami kendala untuk mencapai target pada
akhir tahun ini.
Sebagian
pencapaiann target bersifat semu. Berkat pembangunan ekonomi di Tiongkok,
misalnya, angka kemiskinan di negara berkembang dapat diturunkan separuhnya.
Namun, dapat dicatat bahwa janji-janji negara-negara maju untuk memberikan
bantuan dana pembangunan tidak seluruhnya dapat direalisasikan.
DUA
CARA PENGUKURAN
Kegagalan
pencapaian target MDG menjadi bahan diskusi yang menarik bagi kalangan
perguruan tinggi dan masyarakat madani. Sebagian menyalahkan tidak adanya
kebijakan yang terfokus. Sebagian lain menyalahkan tidak ditepatinya janji
negara maju untuk membantu negara berkembang. Sebagian lain menyalahkan
perubahan iklim yang menyebabkan terjadinya musibah bencana alam yang merugikan
rakyat banyak di negara-negara berkembang. Namun pengalaman pengembangan
program global seperti MDG itu merangsang banyak negara tetap berminat
mengembangkan skema baru yang kemudian disebut sebagai SDG.
Disepakati
bahwa program baru ini merupakan komitmen guna meningkatkan kemajuan umat
manusia melalui upaya pemenuhan kebutuhan dalam lingkungan sumber daya alam
yang terbatas. Kemajuan pembangunan umat manusia biasanya diukur melalui Human
Development Index (Indeks Pembangunan Manusia/IPM). Sementara peningkatan
kebutuhan manusia akan sumber daya alam yang terbatas biasanya diukur melalui ecological footprint.
Melalui
dua macam pengukuran tersebut, para ahli dunia mengukur keberhasilan upaya
manusia untuk meningkatkan pembangunan manusia tanpa harus mengorbankan
kemampuan sumber daya alam yang terbatas. Biasanya disepakati bahwa dalam
keadaan IPM sampai tingkat tinggi, misalnya 0.8, disertai penggunaan sumber
daya alam sampai batas yang dianggap tidak membahayakan. Ini merupakan pedoman
yang perlu dianut dan dipergunakan oleh setiap negara agar pembangunan
berkelanjutan dapat berjalan dengan baik.
Biarpun
secara umum tingkat kesadaran atas pembangunan berkelanjutan meningkat tajam,
dari suatu studi diketahui bahwa pada 2003 hanya ada satu dari 93 negara yang
menganut batas yang dianggap wajar. Di negara maju, misalnya, tercatat ada
perbaikan angka IPM, tetapi umumnya diikuti oleh kenaikan angka ecological
footprint. Keadaan itu menggambarkan adanya kekhawatiran atas kerusakan sumber
daya alam dan makin menjauhkan upaya pembangunan yang berkelanjutan.
Sebaliknya
ada juga negara-negara berkembang yang mengalami kenaikan nilai IPM, tetapi
tidak diikuti naiknya kebutuhan rata-rata penduduk atas sumber daya alam yang
tersedia di negaranya.
Sebanyak
17 tujuan SDG 2015 yang menjadi bahan laporan PBB dan diresmikan pada 25
September lalu umumnya dibagi secara kasar menjadi tiga kelompok yang sangat
penting.
Kelompok
pertama meliputi :
(1)
pemberantasan kemiskinan, kelaparan dan keamanan pangan,
(2)
kesehatan, pendidikan,
(3)
kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan,
(4)
akses terhadap air dan sanitasi, termasuk di dalamnya perlindungan sosial.
Kelompok
kedua difokuskan pada bidang ekonomi dan lingkungan hidup yang pada umumnya
merupakan penyempurnaan dari sasaran yang tertuang dalam MDG. Utamanya
menggarisbawahi peranan yang dapat diberikan oleh sektor-sektor produktif yang
dipadukan dengan upaya pembangunan berkelanjutan. Kelompok ini diberikan
tekanan pada :
(I)
upaya pembangunan berkelanjutan, kesempatan kerja yang menguntungkan,
(II)
akses pada sumber energi, infrastruktur,
(III)
industrialisasi dan inovasi,
(IV)
kota yang aman dan pemukiman, perubahan iklim,
(V) kelautan,
laut dan kekayaannya,
(VI)
ekosistem dan keanekaragaman alam.
Kelompok
tiga ditujukan untuk meningkatkan sasaran MDG dalam hal :
(I)
mengatasi kesenjangan antar dan dalam negara,
(II)
kebutuhan untuk memperkenalkan pola konsumsi dan produksi,
(III)
pengembangan masyarakat yang inklusif dan damai,
(IV)
akses pada keadilan yang efektif untuk semua serta lembaga yang akuntabel dan
inklusif pada semua tingkatan.
ERA
DAN HARAPAN BARU
Secara
khusus diarahkan agar upaya melalui SDG dapat menghilangkan atau setidaknya
mengurangi kelemahan yang terjadi selama masa pelaksanaan pembangnan MDG yang
lalu. Banyak diamati bahwa kegagalan di masa lalu menjadi sangat berat bagi
negara dengan pendapatan rendah berupa kesalahan pada pelaksanaan di tingkat
lapangan. Oleh karena itu, sebelum sidang PBB pada 25 September lalu, telah
dilakukan persiapan yang cukup panjang disertai diskusi yang sangat luas.
Sekretaris
Jenderal PBB Ban Ki-moon telah mengadakan pertemuan tingkat tinggi sejak 2012
yang menghasilkan laporan khusus tentang SDG disertai sasaran-sasaran yang
direkomendasikan. Telah dibentuk pola panitia tingkat tinggi untuk membahas
sasaran SDG yang dijadikan bahasan global, yang dipimpin bersama oleh Perdana
Menteri Inggris David Cameron, Presiden RI (saat itu) Susilo Bambang Yudhoyono
dan Presiden Liberia Ellen Johnson.
Diterimanya
konsep SDG oleh PBB yang memberi perhatian pada bidang ekonomi, lingkungan dan
tujuan-tujuan pembangunan sosial dapat dianggap sebagai langkah maju untuk umat
manusia. Langkah itu diharapkan segera diperkenalkan secara luas dan diadopsi
oleh setiap anggota PBB agar gagasan serta indikator operasionalnya dapat
dijadikan landasan pedoman untuk mengarahkan pembangunan 15 tahun ke depan.
Dunia
memasuki era baru yang memberi harapan manusia memegang peranan penting untuk
pembangunan berkelanjutan. Lebih dari itu, diperlukan komitmen politik yang
sangat tinggi dalam satu dan antarnegara untuk saling membantu dan menggerakkan
partisipasi masyarakat yang luas, dukungan dana serta kearifan lokal yang
memberikan dukungan pencapaian yang merata dan luas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar