Sabtu, 10 Oktober 2015

MENYAMBUT LAHIRNYA "SDG"


MENYAMBUT LAHIRNYA "SDG"
(SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS)

Selama 15 tahun terakhir, pemerintah dan masyarakat di seluruh dunia melaksanakan konsep pembangunan yang diputuskan PBB tahun 2000, yakni gerakan Pembangunan Abad Milenium. Prioritasnya pada delapan target pembangunan atau Millenium Development Goal (MDG).

Pada Jumat 25 September 2015, program Pembangunan Abad Milenium (MDG) itu secara resmi dianggap berakhir. Melalui sidang PBB di New York, Amerika Serikat, yang dihadiri tidak kurang 193 negara anggota diputuskan kelanjutan MDG itu melalui kesepakatan program dunia dengan sasaran dan target-target baru yang lebih luas, dinamakan sebagai Sustainable Development Goal (SDG) untuk masa 15 tahun mendatang.

Program MDG memberi pengaruh kepada banyak negara dalam mengembangkan program pembangunan melalui paket multisektor yang luar biasa. Paket pembangunan ini memberikan fokus pada upaya pemberantasan kemiskinan dan kelaparan serta perhatian terhadap masalah kesehatan, pendidikan, ketidaksetaraan gender dan kelestarian lingkungan.


Paket MDG secara mudah dimengerti sehingga – melalui pemetaan keadaan yang dihadapi – para pengambil keputusan dapat dengan mudah memilih prioritas dan mengarahkan pembangunan di wilayahnya dengan tepat. Meski demikian, karena berbagai alasan, keberhasilan MDG bersifat sangat variatif. Banyak negara dapat mencapai target MDG, tetapi banyak pula yang masih mengalami kendala untuk mencapai target pada akhir tahun ini.

Sebagian pencapaiann target bersifat semu. Berkat pembangunan ekonomi di Tiongkok, misalnya, angka kemiskinan di negara berkembang dapat diturunkan separuhnya. Namun, dapat dicatat bahwa janji-janji negara-negara maju untuk memberikan bantuan dana pembangunan tidak seluruhnya dapat direalisasikan.


DUA CARA PENGUKURAN

Kegagalan pencapaian target MDG menjadi bahan diskusi yang menarik bagi kalangan perguruan tinggi dan masyarakat madani. Sebagian menyalahkan tidak adanya kebijakan yang terfokus. Sebagian lain menyalahkan tidak ditepatinya janji negara maju untuk membantu negara berkembang. Sebagian lain menyalahkan perubahan iklim yang menyebabkan terjadinya musibah bencana alam yang merugikan rakyat banyak di negara-negara berkembang. Namun pengalaman pengembangan program global seperti MDG itu merangsang banyak negara tetap berminat mengembangkan skema baru yang kemudian disebut sebagai SDG.

Disepakati bahwa program baru ini merupakan komitmen guna meningkatkan kemajuan umat manusia melalui upaya pemenuhan kebutuhan dalam lingkungan sumber daya alam yang terbatas. Kemajuan pembangunan umat manusia biasanya diukur melalui Human Development Index (Indeks Pembangunan Manusia/IPM). Sementara peningkatan kebutuhan manusia akan sumber daya alam yang terbatas biasanya diukur melalui ecological footprint.

Melalui dua macam pengukuran tersebut, para ahli dunia mengukur keberhasilan upaya manusia untuk meningkatkan pembangunan manusia tanpa harus mengorbankan kemampuan sumber daya alam yang terbatas. Biasanya disepakati bahwa dalam keadaan IPM sampai tingkat tinggi, misalnya 0.8, disertai penggunaan sumber daya alam sampai batas yang dianggap tidak membahayakan. Ini merupakan pedoman yang perlu dianut dan dipergunakan oleh setiap negara agar pembangunan berkelanjutan dapat berjalan dengan baik.

Biarpun secara umum tingkat kesadaran atas pembangunan berkelanjutan meningkat tajam, dari suatu studi diketahui bahwa pada 2003 hanya ada satu dari 93 negara yang menganut batas yang dianggap wajar. Di negara maju, misalnya, tercatat ada perbaikan angka IPM, tetapi umumnya diikuti oleh kenaikan angka ecological footprint. Keadaan itu menggambarkan adanya kekhawatiran atas kerusakan sumber daya alam dan makin menjauhkan upaya pembangunan yang berkelanjutan.

Sebaliknya ada juga negara-negara berkembang yang mengalami kenaikan nilai IPM, tetapi tidak diikuti naiknya kebutuhan rata-rata penduduk atas sumber daya alam yang tersedia di negaranya.

Sebanyak 17 tujuan SDG 2015 yang menjadi bahan laporan PBB dan diresmikan pada 25 September lalu umumnya dibagi secara kasar menjadi tiga kelompok yang sangat penting.

Kelompok pertama meliputi :
(1) pemberantasan kemiskinan, kelaparan dan keamanan pangan,
(2) kesehatan, pendidikan,
(3) kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan,
(4) akses terhadap air dan sanitasi, termasuk di dalamnya perlindungan sosial.

Kelompok kedua difokuskan pada bidang ekonomi dan lingkungan hidup yang pada umumnya merupakan penyempurnaan dari sasaran yang tertuang dalam MDG. Utamanya menggarisbawahi peranan yang dapat diberikan oleh sektor-sektor produktif yang dipadukan dengan upaya pembangunan berkelanjutan. Kelompok ini diberikan tekanan pada :
(I) upaya pembangunan berkelanjutan, kesempatan kerja yang menguntungkan,
(II) akses pada sumber energi, infrastruktur,
(III) industrialisasi dan inovasi,
(IV) kota yang aman dan pemukiman, perubahan iklim,
(V) kelautan, laut dan kekayaannya,
(VI) ekosistem dan keanekaragaman alam.

Kelompok tiga ditujukan untuk meningkatkan sasaran MDG dalam hal :
(I) mengatasi kesenjangan antar dan dalam negara,
(II) kebutuhan untuk memperkenalkan pola konsumsi dan produksi,
(III) pengembangan masyarakat yang inklusif dan damai,
(IV) akses pada keadilan yang efektif untuk semua serta lembaga yang akuntabel dan inklusif pada semua tingkatan.


ERA DAN HARAPAN BARU

Secara khusus diarahkan agar upaya melalui SDG dapat menghilangkan atau setidaknya mengurangi kelemahan yang terjadi selama masa pelaksanaan pembangnan MDG yang lalu. Banyak diamati bahwa kegagalan di masa lalu menjadi sangat berat bagi negara dengan pendapatan rendah berupa kesalahan pada pelaksanaan di tingkat lapangan. Oleh karena itu, sebelum sidang PBB pada 25 September lalu, telah dilakukan persiapan yang cukup panjang disertai diskusi yang sangat luas.

Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon telah mengadakan pertemuan tingkat tinggi sejak 2012 yang menghasilkan laporan khusus tentang SDG disertai sasaran-sasaran yang direkomendasikan. Telah dibentuk pola panitia tingkat tinggi untuk membahas sasaran SDG yang dijadikan bahasan global, yang dipimpin bersama oleh Perdana Menteri Inggris David Cameron, Presiden RI (saat itu) Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Liberia Ellen Johnson.

Diterimanya konsep SDG oleh PBB yang memberi perhatian pada bidang ekonomi, lingkungan dan tujuan-tujuan pembangunan sosial dapat dianggap sebagai langkah maju untuk umat manusia. Langkah itu diharapkan segera diperkenalkan secara luas dan diadopsi oleh setiap anggota PBB agar gagasan serta indikator operasionalnya dapat dijadikan landasan pedoman untuk mengarahkan pembangunan 15 tahun ke depan.

Dunia memasuki era baru yang memberi harapan manusia memegang peranan penting untuk pembangunan berkelanjutan. Lebih dari itu, diperlukan komitmen politik yang sangat tinggi dalam satu dan antarnegara untuk saling membantu dan menggerakkan partisipasi masyarakat yang luas, dukungan dana serta kearifan lokal yang memberikan dukungan pencapaian yang merata dan luas.

Tidak ada komentar: