Kamis, 26 Maret 2015

AYAH, WALAUPUN KITA KERAP BERBEDA PANDANGAN...



Sebelumnya, izinkan aku untuk meminta maaf atas segala salah yang telah aku perbuat. Maaf jika selama ini aku tak sempat meluangkan waktu untuk bersamamu. Sibuk dengan rutinitasku yang selama ini menyita banyak waktu. Bertemu denganmu pun hanya aku rasakan sebagai angina lalu.
Aneh rasanya ketika aku mencoba untuk menulis ini padamu. Lama aku sadari meski kita tinggal dalam satu atap, namun seolah seperti ada jarak dan benteng yang tak terlihat. Membuat kita jarang sekali mengobrol santai dan mencurahkan isi hati masing-masing. Namun, tahukah engkau wahai Ayah, bahwa sebenarnya aku rindu?

AKU ADALAH ANAKMU YANG PALING BERUNTUNG. SEBELUM KELAHIRAN ADIK-ADIK KE DUNIA, KITA PUNYA WAKTU UNTUK MENGHABISKAN HARI BERDUA
Sebagai anak pertama, aku sadar bahwa akulah yang paling banyak menghabiskan waktu bersamamu. Pernah kau mengajakku ke kota untuk sebuah urusan. Jarak rumah yang kurang lebih 5 jam perjalanan memaksa kita untuk bermalam di rumah temanmu.
Di waktu malam tiba, engkau mengajakku keluar, menikmati indahnya suasana “Kota Besar”. Berhenti makan di warung lesehan pinggir jalan dan engan PD-nya menjelajah banyak took tanpa keluar dengan menenteng belanjaan satupun. Aku masih ingat jelas ketika kita akhirnya sampai di depan took burger yang terkenal dengan ikonnya yang gendut itu, tak kusangka engkau mengajakku untuk masuk. Perasaanku waktu itu gembira bukan main – meski kita hanya keluar dengan sepucuk es krim cokelat.
Aku juga ingat momen ketika kita bertiga sering bepergian menggunakan sepeda motormu yang – mungkin pada masa itu adalah sepeda motor paling keren yang pernah ada  pelesir ke pantai, ke rumah nenek, pokoknya kemanapun kita pergi, selalu mengendarai sepeda motor itu. Hanya kita bertiga, engkau, aku dan juga ibu. Ah! Kenangan bersama motor butut  itu tak akan pernah aku lupa. Sayang, sekarang benda antik itu hanya terpajang lesu di garasi samping rumah kita.

SEIRING AKU BERANJAK REMAJA, EGO SEBAGAI PRIA SERING MEMUNCULKAN KERIKIL DIANTARA KITA. AKU KERAP MEMBERONTAK, TAPI BUKAN BERARTI AKU TAK CINTA PADAMU, AYAH
Tak jarang kita berselisih paham tentang banyak hal, selalu ingin bicara tanpa ada yang mau mendengarkan. Berdebat, tanpa ada yang mau mengalah. Kita berdua sama-sama merasa paling benar dan ketika “titik didih” itu tiba, sering aku melenggang pergi dari medan tempur. Dan saat itu pula-lah kau selalu mengeluarkan jurus terakhirmu.
“Kalau sedang dinasehati orang tua itu di dengerin. Jangan malah ngeleyos pergi.”
Terenyuh rasanya hati ini jika mendengarmu berbicara seperti itu. Ayah, bukan maksudku tak punya rasa hormat kepadamu, maupun tak menghiraukan pendapatmu. Aku hanya tak ingin perdebatan-perdebatan kecil kita menjadi ketegangan yang malah justru enimbulkan amarah diantara kita. Karena engkau tau kenapa ayah? Aku sayang padamu

BUKAN HANYA SEKALI AKU MEMPERTANYAKAN RASA CINTAMU PADAKU, YAH. KENAPA KAU SELALU TENANG, TIDAK SEEKSPRESIF IBU?
Ayah memang tak pernah seeksresif ibu. Waktu itu, aku yang belum genap berusia dua belas, harus pergi jauh dari rumah dalam rangka menuntut ilmu. Waktu itu, Ibu dengan bebasnya memelukku, mencium pipi kanan-kiriku, sembari sesekali menitikkan air mata, namun yang kulihat Ayah justru hanya diam terpaku, hanya sesekali mengusap rambut dan bahu-ku.
“Mungkin sebenarnya Ayah juga ingin melakukan seperti yang Ibu lakukan. Tapi mungkin Ayah hanya ingin menjaga emosi dan tidak mau terlihat cengeng di depan anak yang dia sayang.”

NAMUN DIBALI SEGALA SESUATU YANG KITA ALAMI, AKU SUNGGUH SADAR BAHWA AYAH BERTINDAK KARENA AYAH PEDULI
Engkau adalah seorang Ayah yang unik. Unik karena ternyata Ayah lebih cerewet dan rewl dari Ibu. Ayah yang paling rebut jika sudah berbicara mengenai kebersihan rumah. Ayah pula yang paling “rishi” jika ada sesuatu yang tidak sesuai pada tempatnya. Tak jarang pula hal-hal kecil itu menyeret kita pada perdebatan-perdebatan yang semestinya tidak perlu untuk kita lakoni.
Tapi Ayah, dibalik itu semua aku sangat sadar bahwa Ayah sesungguhnya amat sayang kepada kami – kepada aku dan adik-adik. Engkau secara tak langsung mengajarkan kepada kami agar bisa mandiri dan berdiri diatas kaki sendiri. memberitahu kami apa-apa yang mungkin tak bisa kami dapatkan di bangku sekolah maupun kuliah.

ANAK LELAKIMU INI, MEMANG MASIH BELUM BISA MEMBUATMU BANGGA YAH. TAPI AYAH, AKU TAK PERNAH ALPA MENYEBUTMU DALAM SUJUD DAN DOAKU
Maafkan aku Ayah, aku tidak bisa menjadi seroang anak yang baik, yang bisa euruti semua kemauan Ayah. Bahkan di usiaku yang sudah 20 tahun ini, aku belum bisa menghadirkan kebahagiaan dalam hidupmu. Aku belum bisa membuatmu bangga.
Namun percayalah Ayah, bukan berarti aku tidak berusaha, bukan berarti aku tak cinta, bukan berarti aku tak hormat. Yang bisa ku lakukan kini hanyalah menyebut namamu dalam setiap doa, memohon kepada-Nya agar senantiasa dan selalu menjaga engkau seperti engkau menjagaku disaat aku masih kecil dengan penuh cinta dan kasih.

Dari Putramu yang rindu…

Tidak ada komentar: